Dunia startup yang gemerlap sering kali diwarnai dengan cerita sukses penuh inspirasi. Namun, di balik kilau tersebut terkadang tersembunyi sisi gelap yang tak jarang membuat miris.
Salah satunya adalah skandal fraud eFishery, startup agritech Indonesia yang pernah mendapat sorotan sebagai salah satu startup paling menjanjikan di Asia.
Proyek megah ini akhirnya runtuh dalam sekejap akibat penggelembungan angka yang dilakukan oleh pendirinya sendiri.
Awal Mula Sebuah Kebohongan
Kisah ini bermula pada 2018, ketika Gibran Huzaifah, pendiri dan CEO eFishery, merasa terdesak oleh kondisi keuangan perusahaannya yang hampir kehabisan dana.
“Anda melihat diri Anda di cermin dan ketika Anda melakukan sesuatu yang salah, Anda tahu bahwa Anda tidak bangga dengan diri Anda sendiri,” ungkap alumni Biologi ITB ini kepada Bloomberg News. “Saya pikir saya hanya akan melakukannya untuk bertahan hidup.”
Saat menatap layar laptop, Gibran mulai memasukkan angka-angka palsu ke dalam laporan keuangan. Dalam waktu satu jam, ia berhasil mengubah gambaran bisnisnya menjadi lebih menjanjikan, ya setidaknya di atas kertas.
Tindakannya yang culas ini berhasil menarik perhatian investor dan menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan.
Pertumbuhan Pesat Berbasis Fraud
Seiring waktu, skema yang tidak jujur ini terus berkembang. Dari awalnya hanya “memoles” angka sebesar 20-30%, eFishery akhirnya membangun jaringan perusahaan cangkang dan akun palsu untuk menutupi kesenjangan antara klaim dan realita.

Pada puncak kejayaannya, eFishery mengklaim pendapatan sebesar Rp12,7 triliun dalam sembilan bulan pertama 2024, padahal angka sebenarnya hanya Rp2,6 triliun, menurut investigasi internal.
Skema ini berhasil menarik minat beberapa investor terbesar dunia, termasuk:
– SoftBank Group Corp dari Jepang
– Temasek Holdings dari Singapura
– Sequoia India dan Southeast Asia (kini Peak XV)
– 42XFund dari Abu Dhabi
– Social Capital milik Chamath Palihapitiya
Valuasi perusahaan melonjak dari hanya Rp202,3 miliar pada 2019 menjadi Rp23,6 triliun pada 2023.
Meski ada beberapa tanda peringatan yang seharusnya menimbulkan kecurigaan, para investor tetap percaya dengan cerita pertumbuhan mengagumkan eFishery:
1. Perusahaan holding di Singapura tidak mengajukan laporan keuangan tahunan selama bertahun-tahun
2. Tidak ada gangguan signifikan di pasar di mana eFishery mengklaim memiliki pengaruh besar
3. Ketika seorang investor mencoba menghubungkan produsen pakan dengan eFishery, mereka diabaikan oleh pria yang masuk daftar Forbes 30 Under 30 Asia 2017 tersebut
4. Eksekutif senior di distributor pakan ikan terbesar Indonesia menyatakan kebingungan dengan tidak adanya perubahan pada penjualan mereka

Sepandai-pandainya kebusukan disimpan, baunya lambat laun pasti akan tercium juga. Demikian ungkapan yang cocok buat keculasan Gibran.
Kejatuhan eFishery dimulai pada akhir November 2024, ketika sebuah laporan whistleblower mengungkap ketidaksesuaian dalam pendapatan dan jumlah produk teknologi yang digunakan oleh petani.
Pada 6 Desember, pria yang sempat menjadi berita utama media asing pun dipanggil oleh dewan direksi.
Pendiri eFishery ini pun diinformasikan bahwa mereka telah menerima dokumen dari seorang whistleblower yang menunjukkan perbedaan dalam pendapatan serta jumlah produk teknologi yang digunakan oleh petani.
“Itu adalah bagian yang paling menakutkan, fase paling tidak stabil bagi diri saya,” kata Gibran. Dia tidak bisa tidur malam itu, sedih atas apa yang terjadi, dan takut akan apa yang akan terjadi.
Pada 9 Desember, Gibran mengumpulkan para kepala departemen dan mengakui kebenaran tentang fraud ini. Beberapa hari kemudian, pada 13 Desember, ia ditangguhkan dan manajemen baru mengambil alih perusahaan.
Kerugian Finansial dan Masa Depan Startup Serupa
Kejatuhan eFishery akibat praktik fraud ini telah mengakibatkan kerugian sekitar Rp506 miliar bagi para investor.
FTI Consulting, yang ditunjuk untuk meninjau bisnis, menyimpulkan bahwa “eFishery tidak layak secara komersial dalam bentuknya saat ini” dan merekomendasikan perusahaan untuk ditutup.
Sebagai contoh, 42X dari Abu Dhabi yang menginvestasikan $100 juta pada April 2023, kemungkinan hanya akan mendapatkan kembali $8,3 juta dua tahun kemudian. Hal ini sebagaimana dilansir dari Bloomberg.
Masa Depan Gibran dan Industri Startup
Saat ini, Gibran bekerja dengan saudaranya yang beternak udang dan memulai bisnis makanan beku. Ia juga berusaha mendukung upaya mantan staf untuk menciptakan kolektif budidaya ikan baru.
Untuk jangka panjang, masa depannya tidak jelas. Kepolisian Indonesia belum memberikan komentar tentang status penyelidikan, namun penyelidikan oleh FTI masih berlangsung dan ia menghadapi kemungkinan tindakan hukum dari investor.
Kasus eFishery juga berdampak pada ekosistem startup Indonesia secara keseluruhan. Weisheng Neo, partner di firma venture capital Asia Tenggara Qualgro Partners, mengatakan hal berikut sebagaimana dilansir dari Bloomberg.
“Dalam satu atau dua tahun ke depan, akan ada perlambatan cek senilai $50 juta hingga $100 juta. Investor ini tidak akan pergi sepenuhnya, tetapi mereka hanya tidak akan berinvestasi di perusahaan serupa untuk sementara waktu.”
Dampak Terhadap Petani
Skandal eFishery tidak hanya berdampak pada para investor, tetapi juga pada ribuan petani ikan yang mengandalkan teknologi mereka.
Suganda, salah satu petani pertama yang menggunakan mesin eFeeder, merasakan dampak langsungnya.
“Tanpa itu, kerugiannya sangat besar. Efisiensi tenaga kerja hilang,” katanya. “Teknologi membantu saya memiliki kehidupan sosial. Tapi sekarang saya kembali hanya mengawasi kolam,” ujarnya dengan sedikit rasa sesal.
Pendapatan bulanannya menurun drastis menjadi sekitar $180 atau sekitar 3 juta, setelah dipaksa menjual sebagian besar inventarisnya dengan harga murah.
Pelajaran Berharga
Kisah eFishery mengajarkan beberapa pelajaran penting berikut.
1. Kehati-hatian dalam investasi
Para investor perlu melakukan due diligence yang lebih mendalam, terutama di pasar berkembang.
2. Model bisnis yang berkelanjutan
Perusahaan startup perlu fokus pada model bisnis yang benar-benar berkelanjutan, bukan hanya mengejar pertumbuhan cepat.
3. Pentingnya transparansi
Kejujuran dan transparansi harus menjadi nilai utama dalam bisnis, terlepas dari tekanan untuk sukses.
“Dalam retrospeksi, saya ingin menciptakan dampak besar – untuk membuat perubahan di alam semesta – tanpa memikirkan apakah dampak saya seharusnya bertahan lama, meskipun lebih kecil.”
Demikian ungkapan Gibran dalam refleksinya sebagaimana dilansir dari Bloomberg.
Kisah jatuh bangun eFishery ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak dalam ekosistem startup tentang pentingnya integritas dan model bisnis yang berkelanjutan.
Di tengah tekanan untuk terus tumbuh dan meraih valuasi tinggi, nilai-nilai fundamental seperti kejujuran dan transparansi tidak boleh dikorbankan.